Jadikan Hidup Lebih
Bermakna
oleh: Harris
Hariadi
Untuk apa saya
hidup?
Barangkali itu adalah pertanyaan yang paling mendasar bagi setiap manusia, yang
mau berpikir lebih dalam tentang dirinya sendiri. Apa yang ada di dalam benak
manusia yang menjalani hidup ini dengan sekadarnya, mungkin tidaklah lebih baik
daripada apa yang juga dipikirkan oleh makhluk yang bernama hewan.
Pertama-tama
dilahirkan ke dunia, kemudian diasuh oleh orang tua, lalu berangsur-angsur
menjadi dewasa, setelah itu belajar untuk mencari nafkah, kemudian menjadi
dewasa dan mencari penghidupan sendiri, lalu mencari pasangan untuk meneruskan
keturunan, mendidiknya, serta menjadikannya seperti apa yang pernah dijalaninya
selama hidupnya di dunia, dan yang terakhir adalah mati...
Pragmatis memang,
tapi itulah yang ada dalam benak sebagian besar manusia di bumi ini. Terlebih
lagi dengan pola kehidupan materialistis yang diterapkan di dunia pada saat
ini. Pola pikir manusia kebanyakan hanya bertumpu pada materi, materi, dan
materi. Untuk hal-hal yang nonmateri seperti misalnya moral, sifat, akhlak,
kebaikan, kejujuran dan lain-lain hanyalah didasarkan pada anggapan bahwa
hal-hal tersebut dapat mendukung usaha manusia dalam mencari nafkah,
ujung-ujungnya adalah materi, dan hal-hal yang berbau keduniaan lainnya.
Demikianlah, hal
yang paling mendasar tersebut memang sudah seharusnya dipikirkan oleh manusia.
Tanpa pemecahan terhadap masalah tersebut hanya akan membuat hidup manusia
tidak memiliki jiwa, ruh.
Islam datang
memecahkan persoalan tersebut. Islam mengajarkan bagaimana manusia seharusnya
menjalani hidup ini sesuai dengan tuntunan penciptanya, Allah SWT. Islam juga
memberikan berbagai solusi dalam seluruh aspek kehidupan. Islam juga menjadikan
pemeluknya memiliki ruh dan semangat yang khas sehingga menjadikan manusia
sebagai manusia, bukan hewan. 'Hidup untuk beribadah'. Itulah yang menjadi
kunci dalam kehidupan yang Islami. Kalimat itu juga yang mendorong pemeluk
Islam untuk menjadikannya tersebar hingga ke seluruh penjuru dunia.
MENJADIKAN
HIDUP MEMPUNYAI MAKNA
Hidup dapat
dirasakan, tapi sulit untuk didefinisikan. Semua orang, anak kecil sekalipun,
sangat mudah mengatakan apakah sesuatu itu hidup atau mati. Ketika seseorang
berjalan di kebun, dengan mudah ia membedakan mana pohon yang hidup, dan mana
yang mati. Pepohonan yang nampak dari hari ke hari bertambah tinggi, berdaun
hijau, lantas berbuah pasti dikatakan bahwa pohon itu hidup. Sebaliknya, pohon
yang kering kerontang, daun-daunnya sudah rontok, walaupun disirami dan dipupuk
tetap tidak membesar, bahkan semakin lama keropos, sekalipun tetap terlihat
berdiri tegak namun orang-orang mengatakan bahwa pohon itu tidak hidup lagi.
Demikianlah dengan hewan dan manusia. Hewan dan manusia yang terlihat tumbuh,
anggota tubuhnya berfungsi, bergerak, dan dapat berkembang biak, semua orang
dengan mudah menyimpulkan bahwa hewan dan tumbuhan yang demikian itu hidup,
bukan mati. Inilah hidup secara biologis.
Dalam jenis hidup
seperti ini, tumbuhan, hewan, dan manusia adalah sama. Sama-sama hidup. Semuanya
sama-sama mencari makan bila lapar, mencari air bila haus, istirahat bila
lelah, serta melakukan hubungan seksual untuk melestarikan keturunan bila telah
tiba saatnya. Demikianlah dalam aktivitas biologis manusia tidak jauh berbeda
dengan tumbuhan dan hewan.
.Di sisi lain kita
mendengar istilah kota
mati. Pada saat terjadi kerusuhan, mobil-mobil tidak ada, kantor-kantor,
pabrik, dan toko-toko banyak yang tutup. Saat itulah orang menyebutnya sebagai kota mati. Kota yang dibom sehingga
penduduk dan bangunan-bangunannya porak poranda juga dinamai kota mati. Sebab, interaksi antarmanusia yang
menjadi tanda kehidupan sudah tidak ada lagi.Inilah hidup dalam arti
sosiologis.
Dalam hidup ini,
manusia dan hewan sama. Sama-sama makan , minum, bergerak, berkembang biak,
menyayangi anak, dan berinteraksi satu sama lain. Bedanya, hewan melakukan
semua itu dengan sekehendak hatinya sedangkan manusia ada yang melakukan dengan
sekehendaknya, dan ada pula yang diatur oleh penciptanya, Allah SWT. Bila
manusia ini dalam menjalani hidupnya ini hanya sekadar untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya semata, berarti tidak ada bedanya orang tersebut dengan hewan.
Demikan pula,
bilamana seseorang menjalani hidup ini seenak perutnya, bebas tanpa aturan,
memperturutkan logika dan hawa nafsunya, serta melupakan Allah, saat itu orang
tadi tidak dapat dibedakan dengan hewan. Berkaitan dengan ini, Allah SWT
berfirman: "Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahannam
kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak
dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata
(tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan
mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar
(ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih
sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai." (QS Al-A'raf 179)
Manusia yang ketika
disodorkan ayat-ayat Allah tetapi tidak mau memahami, mengerti, menghayati, dan
mengamalkannya, oleh Allah diibaratkan seperti hewan. Allah menegaskan dalam
firman-Nya:"Dan sesungguhnya Kami telah meneguhkan kedudukan mereka dalam
hal-hal yang Kami belum pernah meneguhkan kedudukanmu dalam hal itu dan Kami
telah memberikan kepada mereka pendengaran, penglihatan dan hati; tetapi
pendengaran, penglihatan dan hati mereka itu tidak berguna sedikit juapun bagi
mereka, karena mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah dan mereka telah
diliputi oleh siksa yang dahulu selalu mereka memperolok-olokkannya." (QS
Al-Ahqaf 26)
Untuk itu, tidak
ada jalan lain kecuali berupaya menjadikan akal dan hati untuk memahami
kebenaran, mata untuk mencari dan melihat kebenaran. Dan kebenaran itu adalah
apa-apa yang datang dari Allah SWT. "Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu,
sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu." (QS
Al-Baqarah 147)
Kebenaran itu
adalah apa yang terdapat dalam Islam. Allah berfirman: "Barangsiapa
mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima
(agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang
rugi." (QS Ali Imran 85)
Dengan kata lain,
segenap potensi yang dimilikinya tersebut digunakan untuk memahami dan
menghayati Islam untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Berkaitan dengan
ini, Allah menyatakan: "Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia
melainkan supaya mereka menyembah-Ku." (QS AdzDzariyat 56)
Jelas sekali, Allah
SWT sebagai pencipta manusia menetapkan bahwa keberadaan manusia di dunia ini
hanyalah untuk beribadah kepada-Nya. Padahal, ibadah itu maknanya adalah: taat
kepada Allah, tunduk dan patuh kepada-Nya serta terikat dengan aturan agama
yang disyariatkan-Nya. Jadi, manusia itu ada di dunia ini semata-mata untuk
tunduk, taat, dan patuh kepada aturan-aturan dan hukum-hukum Allah dalam semua
perkara: aqidah, ibadah mahdhah, sosial, politik, ekonomi, pendidikan, dan
budaya. Untuk manusia setelah diutusnya Muhammad SAW sebagai nabi dan rasul
terakhir, berarti hidupnya untuk tunduk, patuh, dan taat kepada syariat Islam
yang diturunkan Allah kepada beliau.
Melalui ibadah
seperti inilah manusia akan berbeda denagn hewan bahkan melambung jauh lebih
tinggi daripada derajat hewan. Hewan makan, manusia juga makan. Tetapi manusia
tidak sembarang makan. Ia makan hanya makanan yang halal lagi baik,
memperolehnya dengan jalan yang dihalalkan Allah SWT.. Hewan hidup dengan
sesamanya, demikian pula halnya dengan manusia. Bedanya, dalam kehidupan hewan
tidak diatur secara formal, yang kuat itulah yang menang dan berkuasa.
Sebaliknya, manusia
diatur oleh aturan-aturan Allah. Kedaulatan ada di tangan Syara' sehingga yang
menentukan halal-haram, baik-buruk, terpuji-tercela, serta mana boleh ada di
tengah masyarakat dan mana yang tidak boleh ada hanyalah ditentukan oleh Allah
SWT melalui hukum-hukum-Nya dalam Al-Qur'an, As-Sunnah, Ijma' Shahabat, dan
Qiyas.
Kapan tunduk,
patuh, dan taat kepada aturan Allah itu? Jawabannya tegas, setiap saat. Nabi
SAW pernah mengatakan, seperti yang diriwayatkan oleh Turmudzi, menegaskan:
"Bertaqwalah engkau di mana pun engkau berada!" (HR Turmudzi)
Sungguh, sabda
Rasulullah tersebut sangat gamblang dipahami. Bagaimana tidak, Allah akan
menghisab seluruh perbuatan manusia. Dia bukan hanya sekadar menghisab
aktivitas ketika sedang di masjid saja atau sedang mengadakan pengajian saja.
Sebaliknya, Dia Dzat maha Mengetahui akan meminta pertanggungjawaban manusia
tentang segala perbuatannya. Semua perbuatan akan dimintai pertanggungjawaban,
apakah sesuai dengan visi dan misi hidup di dunia, yaitu ibadah, ataukah tidak.
Allah berfirman: "Dan
orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam
keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada
mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan
apa yang dikerjakannya." (QS At-Thur 21)
"Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas
apa yang telah diperbuatnya" (QS Al-Mudatstsir 38)
Demikianlah, bila
hidup manusia sesuai dengan tugas yang diberikan Allah SWT kepada manusia maka
hidupnya akan bahagia di dunia dan di akhirat. Sebaliknya, bila tidak, ia akan
nestapa di dunia dan di akhirat. Untuk itu, kita patut merenungkan firman Allah
berikut:"Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk
tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun
(kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah
diturunkan Al Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas
mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah
orang-orang yang fasik." (QS Al-Hadid 16)
KHATIMAH
Demikianlah, Allah
menciptakan manusia untuk beribadah kepada-Nya. Tiada perbuatan yang lebih baik
daripada menghambakan diri kepada pencipta, beribadah kepada Allah SWT.
Konsekuensi dari menghambakan diri ini termasuk dengan melaksanakan apa-apa yang
diperintahkan Allah dalam segala aspek kehidupan, baik segi aqidah, ibadah
mahdhah, sosial, politik, ekonomi, pendidikan, maupun budaya.
Dunia pada saat ini
telah terkontaminasi dengan hal-hal yang ghairullah (bukan dari Allah) yaitu
yang kita kenal sebagai thaghut. Inilah yang menyebabkan manusia menjadi hidup
seperti layaknya hewan, tanpa aturan yang benar. Dan inilah yang membuat
manusia berdosa besar karena melalaikan untuk menjalankan Syari'at Allah.
Sudah menjadi
kewajiban bagi kita untuk bersama-sama dan saling membantu untuk menegakkan
kalimat Allah di bumi ini sehingga aturan-aturan Allah bisa dijalankan oleh
manusia dan Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam bisa dinikmati oleh seluruh
makhluk.
Wallahu A'lam Bi Shawab...