Jumat, 27 April 2012

SAAT KEJUJURAN DITERTAWAKAN


SAAT KEJUJURAN DITERTAWAKAN
Sebenarnya tulisan ini udah lama ingin gue buat. Cuma karena banyaknya kesibukan sehingga nggak kesampaian terus buat nulisnya. Lagipula saat itu gue dalam keadaan emosi. Gue pikir kurang baik menuangkan suatu pemikiran dalam keadaan emosi.
Kolega Save us, saat gue menulis ini nggak ada kepikiran buat menyombongkan diri dengan berkata gue nih orang jujur, dan elo nggak jujur. Nggak ada! Sejujur-jujurnya gue bilang gue masih jauh dari predikat orang jujur. Kadangkala sebagai manusia gue juga sering khilaf. Tapi yang jelas, gue percaya kalo jujur itu adalah suatu kebenaran. Dan kebenaran musti ditegakkan dan diperjuangkan. Gimanapun, nggak peduli elo dibenci dan dimusuhi, atau bahkan dibunuh. Karena gue percaya mati dalam kebenaran jauh lebih baik daripada hidup aman dalam kemunafikan. Ah, jadi kebanyakan ngelanturnya, jadi malah lupa apa yang pengen ditulis tadi….
Kolega Save us, pernahkah kalian nyontek saat ujian? Gue pernah, dulu, saat gue masih belum begitu paham akan islam. Tapi kini insya Allah nggak lagi. Hey, kenapa pandangan kalian jadi berubah kayak gitu! Kalian nggak percaya, atau kalian nganggap tidak menyontek adalah suatu hal yang aneh? Maka bila kalian berpikir demikian, maka sungguh kalianlah yang aneh.
Trus pernahkah kalian menyontekkan hasil jawaban kalian ke orang lain? Kembali sorotan mata tajam terarah ke gue. Mata sinis itu, dan cemoohan itu. Yep, karena itulah gue jadi bela-belain menuliskan tulisan ini.
Kolega Save us, gue selalu aja menghindar kalo saat ujian ada temen yang nanya atau minta dicontekin. Gue selalu pura-pura cuek, atau cari-cari alasan yang pada intinya menolak memberikan contekan. Agak risih memang dan rasanya emang nggak enak menolak permohonan teman. Hingga akhirnya suatu ketika pada saat ujian, seorang teman mencak-mencak, karena gue nggak mau mencontekin jawaban ujian gue. Saat itu, asli, perasaan gue nggak menentu. Gue tumpahkan kekesalan gue ke teman-teman yang lain. Gue bilang gue tetap pada pendirian gue, gimanapun gue ingin berpegang teguh pada prinsip, bahkan gue bilang gue berani mati demi prinsip tersebut. Nggak nyangka, respons dari teman gue malah ngetawain pendapat gue, padahal gue saat itu betul-betul serius. Asli, hati gue saat itu terluka dan dangan majas hiperbola gue katakan hati gue remuk berkeping-keping. Bukan! Bukan karena guenya yang ditertawakan. Gue sakit hati karena mereka mentertawakan kejujuran! Mentertawakan kebenaran!!
Kolega Save us, Allah memerintahkan kita berbuat jujur. Banyak ayat AlQur’an dan hadits yang menunjukkan demikian. bahkan dalam suatu hadits, Rasululullah mengatakan bahwa salah satu ciri orang munafik adalah berdusta. Nggak hanya itu, Allah juga mengharamkan perbuatan curang. Karena itu musti kita pahami bahwa ketika kita berbuat jujur, semata-mata karena itu adalah perintah Allah, bukan karena adanya standar manfaat dari kejujuran tersebut. Sepakat?!
Selain itu Allah juga memerintahkan kita tolong menolong dalam berbuat kebaikan  dan melarang kita tolong-menolong dalam berbuat keburukan. Firman Allah:
“Dan tolong menolonglah kamu dalam berbuat kebaikan dan taqwa, dan janganlah kamu tolong-menolong dalam keburukan dan dosa” (QS AlMaidah:2) 
Dari ayat di atas jelas, bila itu perbuatan keburukan baik yang menolong maupun yang ditolong memiliki status yang sama, sama-sama berdosa.
Makanya gue berprinsip mencontekkan orang lain sama dosanya dengan mencontek itu sendiri. Bahkan bisa jadi memberi contekan dosanya lebih besar. Karena dengan memberi contekan, kita telah memberi kesempatan orang lain untuk berbuat dosa.
“Ah, berlebihan loe. Contek-mencontek aja dibikin masalah. Gue rasa perbuatan itu wajar-wajar aja. Loe sendiri juga pasti pernah mencontek!!” mungkin ada diantara kalian yang berpikiran kayak gitu.
Kolega, gue rasa penuturan gue nggak berlebihan. Mencontek gue rasa adalah suatu masalah yang nggak bisa dianggap sepele. Ketika guru atau dosen telah memberikan ujian dan mengakadkan tidak boleh mencontek, buka buku dan lainnya, maka apabila kita mencontek maka kita jelas telah berbuat tidak jujur dan telah curang. Beda halnya bila akad awalnya memang diperbolehkan mencontek. Sehingga dalam hal ini haramnya mencontek sama aja status haramnya dengan daging babi, haramnya berzina, atau haramnya membunuh. Karena dalam islam nggak dikenal istilah sedikit haram, agak haram, atau sangat haram. Pokoknya kalau Allah telah melarang sesuatu, nggak ada alasan buat kita memilih-milihnya atau membuat skala prioritasnya. Jadi sekali lagi sama sekali nggak berlebihan!
Trus yang bilang contek mencontek adalah wajar-wajar aja…, maka inilah jawaban gue: Apakah hanya karena banyak orang yang melakukan, dan itu sudah jadi tradisi, maka kita dengan seenaknya menganggap itu sebagai hal yang wajar. Trus seandainya suatu ketika zina menjadi tradisi, maka dengan entengnya kita juga bakal menyebutnya sebagai sesuatu yang wajar. Apakah karena banyak orang yang melakukan maka itu menjadi legitimasi terhadap kebenaran perbuatan tersebut. Nggak sobat, perbuatan yang haram nggak boleh dianggap wajar. Adalah kurang ajar bila kita memberikan predikat wajar pada sesuatu larangan Allah.
Kemudian tentang gue sendiri pasti pernah mencontek…. Bukankah diawal-awal sudah saya tegaskan: iya, gue pernah mencontek. Tapi gue berusaha dengan sekuat tenaga untuk tidak lagi mencontek atau mencontekkan. Lagipula, apa jika gue juga seorang pencontek maka status hukum mencontek akan berubah, atau apakah itu akan jadi legitimasi bagi loe buat mencontek juga. Betapa naifnya elo bila begitu….
“Sebentar… sebentar… perbuatan tidak jujur kan tidak hanya mencontek…. Nah, gue juga pernah ngeliat elo misalnya berdusta, atau berbuat curang….”
Yup, seratus buat loe! nggak cuma masalah contek-mencontek. Tapi gue pengen aja nulis panjang lebar tentang masalah itu. Mengenai gue, di awal-awal gue kan udah bilang (aduuuh! Baca lagi dah mulai awal) kalo gue masih jauh dari predikat sebagai orang jujur. Kadang gue juga khilaf, misalnya berbohong dan lain sebagainya. Cuma gue yakin akan kebenaran, kalo gue tidak jujur Allah benci ama gue, dan gue bakal disiksa ntar di akhirat dan kalo gue jujur Allah bakal ridla ama gue. Jadi sedapat mungkin gue belajar jadi orang jujur. Dan gue rasa nggak salah kalo dalam keadaan yang masih jauh dari kesempurnaan ini, gue mengajak orang lain untuk berbuat jujur. Terus terang gue kurang sependapat dengan pernyataan yang bilang jangan mendakwahi orang kalo elo sendiri belum sempurna. Lihat diri loe dulu dong! Nah, kalo semua orang berpikir kayak gitu maka risalah islam ini hanya sampai di segelintir orang seperti sahabat-sahabat Rasul aja. Soalnya semua orang merasa dirinya tidak sempurna dan tidak pantas untuk berdakwah.
Kalo makai perasaan emang sulit. Terkadang kita berada dalam kondisi kepepet. Kalo nggak mencontek bisa-bisa nilai kita hancur dan nggak lulus. Trus misalnya kalo tidak memberi contekan kita bakal dimusuhi, nggak enak sama teman, dibilang sombong atau mau pinter sendiri, atau macem-macem. Ya..itu tadi, seperti kasus yang gue ceritain di awal, teman gue yang nggak gue contekin mencak-mencak (Padahal sebenarnya kalo dia tahu, gue sendiri saat itu dalam keadaan ‘blank’ hanya sedikit yang bisa gue jawab, sisanya kosong atau kalo terisipun jawabannya asal). Tapi percayalah sobat, semua hal diatas: nilai hancur, nggak lulus, dibilang sombong, dimusuhi… nggak ada artinya bila dibandingkan dengan murka Allah bila kita berbuat sesuatu yang dilarang-Nya. Terlalu tidak berharga apabila kita menjual keyakinan kita hanya untuk seonggok kenikmatan dunia yang sesaat.
Kolega Save us. Gue nggak terlalu berharap loe –dengan selembar kertas lecek potokopian buram ini- bakal berubah. Gue juga nggak peduli apakah sehabis loe baca tulisan ini loe nyumpah-nyumpah, ngetawain gue, merobek kertas ini, atau membuangnya ke tempat sampah, dijadikan coret-coretan, pesawat-pesawatan, atau malah dijadikan kertas kerpean buat ujian. Gue nggak peduli! Gue ikhlas kok. Yang jelas sekarang gue telah punya jawaban bila kelak di akhirat Allah menyidang gue “Ya Allah saksikanlah, hamba-Mu yang hina ini telah menyampaikan”. 
   

2 komentar:

  • Abi Dzar Al Gifari says:
    7 Januari 2016 pukul 00.30

    Bagus nih jadi pelajaran... Kunjungi juga http://ldkhumaniora-pnup.blogspot.co.id/

  • Warid Rambe says:
    16 November 2017 pukul 02.24

    Kak gimana hukumnya kak jika guru yang nyuruh kita untuk kasi contekan sama teman kita karna kata guru saya itu kita harus bekerja sama karna sifat kerja sama yang kita butuh kan begitu katanya ?mohon penjelasannya ya kak

Posting Komentar

ngaji yuk...!!!